Bahasa Indonesia Vs Bahasa Gaul (Chapter III)
Menggeliatkan
Sikap Berbahasa
Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai
beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya yang sesuai dengan
situasi dan kondisi. Pada suatu kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal,
penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi pilihan atau prioritas utama
dalam berbahasa. Seperti sudah saya jelaskan tadi, penggunaan bahasa seperti
ini sering menggunakan bahasa baku. Masalah yang harus dihindari dalam
pemakaian bahasa baku antara lain adalah disebabkan oleh adanya gejala bahasa
seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang
tanpa kita sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti ini
mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.
Coba
tanyakan kepada anak muda Indonesia, kenalkah mereka kepada Pramoedya, Ahmad Tohari,
atau Umar Kayam dan karya-karya para penulis besar itu? Anda akan menemukan
jawaban yang beragam. Sebuah fakta yang menyedihkan, tidak semua anak muda
Indonesia—bahkan mungkin para orang tua—mengenal tokoh-tokoh itu dan karya
mereka.
Sekarang
coba tanyakan, apakah mereka mengenal Sinta Jojo penyanyi lipsync keong racun, atau Jeng Kellin, atau
Olga? Bahkan anak TK hingga kakek-nenek pun tahu siapa mereka. Merekalah yang
tiap hari dapat kita jumpai di televisi dan “sayangnya” mayoritas masyarakat Indonesia
adalah masyarakat penonton televisi sehingga hampir pasti mereka tiap hari
“menyimak” artis-artis itu.
Tanpa berniat
membesar-besarkan, inilah ironi. Ketika banyak pihak mendengung-dengungkan soal
pentingnya pembentukan karakter bangsa, tidak ada sebuah langkah nyata yang
mengarah kesana. Langkah nyata yang penulis maksud adalah komitmen tegas dari
pihak-pihak berwenang untuk menyelenggerakan sebuah pendidikan karakter bangsa
yang mendasar, nyata dan tetap kontinue.
Menggeliatkan sikap
berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta sesuai dengan aturan kaidah
tumbuh dari sikap seseorang terhadap bahasa Indonesia. Kecintaan terhadap
bahasa Indonesia berkaitan erat dengan sikapnya menghargai dan bangga terhadap
pemertahanan bahasa Indonesia. Dalam kaitan membangun generasi muda yang
berwawasan cinta bahasa Indonesia, politik bahasa nasional bertugas menciptakan
iklim bagi generasi muda agar dapat menjawab tiga pertanyaan. Pertama,
bagaimana orang harus mempelajari bahasa kebangsaannya sehingga lewat bahasa
itu ia memperoleh identifikasi dengan kebangsaannya dan bagaimana ia dapat
mengambil bagian secara patut dalam peradaban bangsanya? Kedua, bagaimana orang
dapat memahiri bahasa etnisnya, jika ia bukan penutur asli bahasa nasional,
sehingga ia dapat menyelami kehidupan batin kelompoknya, dan dengan demikian
dapat menghargai warisan budayanya? Ketiga, bagaimana orang dapat mempelajari
jenis bahasa asing yang akan membukakan pintu gerbang baginya ke dunia ilmu dan
teknologi internasional, dan ke berbagai peradaban.
Komentar
Posting Komentar